Dalam
buku To End All Wars, Ernest Gordon menceritakan kisah nyata sekelompok tahanan
perang yang bekerja di Jawatan Kereta Api Birma selama Perang Dunia II. Adegan
tersebut menjadi lebih tidak terlupakan karena difilmkan dengan judul yang
sama.
Tugas
hari itu sudah selesai; alat-alat yang digunakan sedang dihitung, seperti
biasa. Ketika kelompok itu hampir dibubarkan, sang tentara Jepang berseru bahwa
ada sebuah sekop yang hilang. Ia bersikeras bahwa salah seorang tahanan telah
mencurinya untuk dijual kepada orang-orang Thailand. Sambil melangkah kian
kemari di hadapan para tahanan itu, ia meneriaki dan mengutuki mereka karena
kejahatan mereka, dan yang paling tidak termaafkan adalah sikap mereka yang
tidak tahu terima kasih kepada Kaisar. Saat ia berteriak-teriak tanpa kendali,
kemarahannya makin menjadi-jadi. Sambil menjerit dengan bahasa Inggris yang
terpatah-patah, ia menuntut agar orang yang bersalah maju satu langkah ke depan
untuk menerima hukumannya. Tidak ada yang bergerak; kemarahan tentara itu sudah
mencapai puncaknya.
“Semua
mati! Semua mati!” ia memekik.
Untuk
menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh dengan perkataannya, ia mengangkat
senapannya, menaruhnya di bahunya dan membidik, siap untuk menembak orang
pertama yang ada di hadapannya.
Pada
saat itu sang Argyll (julukan untuk tentara Skotlandia) maju ke depan, berdiri
dengan tegap dan penuh hormat, dan berkata dengan tenang, “Saya pelakunya.”
Tentara
itu melampiaskan seluruh kebenciannya yang telah memuncak; ia menendang tahanan
yang tidak berdaya itu dan memukulnya dengan tinjunya. Sang Argyll tetap saja
berdiri dengan tegap dan penuh hormat, dengan darah mengucur di wajahnya.
Ketenangannya membuat amukan si tentara semakin menjadi-jadi. Sambil memegang
laras senapannya, ia mengangkat senapan itu tinggi-tinggi di atas kepalanya dan
sambil meraung, ia menghantamkan gagang senapan itu ke tengkorak si Argyll,
yang langsung limbung dan terkapar di tanah, tidak bergerak. Meskipun jelas
bahwa ia sudah mati, si tentara terus memukulinya dan baru berhenti ketika ia
sudah lelah.
Para
pekerja mengangkat mayat rekan mereka, menggantungkan peralatan mereka di bahu
dan melangkah dalam barisan untuk kembali ke kamp. Ketika peralatan itu
dihitung sekali lagi di rumah jaga, tidak ada sekop yang hilang.
Tentara
itu telah salah menghitung. Sang prajurit muda yang maju ke depan tidak mencuri
sebuah sekop. Ia memberikan nyawanya untuk teman-temannya.
Yesus
berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang menyerahkan
nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Itulah ekspresi kasih yang
paling agung. Ya, kasih sejati tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri.
Sebaliknya, kasih sejati senantiasa berusaha memberikan keuntungan bagi orang
yang dikasihi. Bila perlu, kasih sejati akan rela mengorbankan segala sesuatu,
bahkan nyawanya sendiri, bagi orang yang dikasihi itu.
Yesus
tidak hanya mengajarkan konsep kasih yang sejati. Lebih daripada itu, Ia juga
melakukannya. Ia, yang adalah Allah mulia, rela turun ke dunia mengambil rupa
manusia yang hina, hidup di antara manusia berdosa, dan menjalani hidup yang
menderita sampai akhirnya mati secara terhina di atas kayu salib. Ia telah
mengorbankan segala kemuliaan-Nya dan bahkan nyawa-Nya sendiri bagi kita, umat
yang sedemikian dikasihi-Nya. Semua itu dilakukan-Nya demi menyelamatkan kita
dari murka dan hukuman Allah.
Kita
telah mendengar ajaran Yesus tentang kasih. Bahkan, kita telah menerima dan
mengalami kasih Kristus yang sungguh mulia itu. Pertanyaannya sekarang, sudahkah
kita, yang mengaku sebagai umat tebusan Kristus, mengikuti pengajaran dan
teladan Yesus itu? Sudahkah kita memiliki kasih dan kepedulian pada orang-orang
di sekitar kita yang menderita? Beranikah kita berkorban untuk menolong mereka?
Ingatlah,
sebagaimana Kristus telah mengasihi kita, kita pun harus mengasihi sesama kita.
Sebagaimana Kristus rela berkorban demi keselamatan kita, kita pun harus rela
berkorban demi keselamatan sesama kita.
Demikianlah
kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk
kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. (1
Yoh 3:16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar