Selasa, 21 Januari 2014

Persembahkan Yang Terbaik Untuk Tuhan

Anak Sapi Untuk Tuhan

Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. (2 Kor 9:7)
Suatu hari seorang petani Kristen berkata kepada isterinya bahwa ia ingin memberikan suatu persembahan untuk pekerjaan Tuhan. Saat itu salah satu sapi betinanya sedang hamil dan beberapa hari lagi akan melahirkan. Karena itu ia berkata bahwa nanti ia akan mempersembahkan anak sapi itu kepada Tuhan.
Beberapa hari pun berlalu dan tibalah waktu bagi induk sapi itu untuk melahirkan. Ternyata, induk sapi itu melahirkan dua ekor anak sapi. Petani itupun menjadi bingung. Dia mulai berpikir-pikir anak sapi yang manakah yang akan dipersembahkannya kepada Tuhan. Ketika isterinya menanyakan hal itu, ia pun menjawab: “Biarkanlah anak-anak sapi itu bertumbuh lebih besar terlebih dahulu. Setelah mereka cukup besar, barulah akan kuputuskan anak sapi mana yang akan kupersembahkan kepada Tuhan.”
Seminggu kemudian daerah itu diserang wabah penyakit ternak. Salah satu dari kedua anak sapi milik petani Kristen itupun terjangkit penyakit tersebut dan tidak dapat diselamatkan alias mati. Ketika petani itu mendapati bahwa anak sapinya itu mati, ia segera keluar kandang dan lari menuju rumahnya serta berkata kepada isterinya: “Bu, aku baru saja dari kandang dan kudapati bahwa sapinya Tuhan mati.”
Isterinya pun keheranan dan bertanya: “Apa? Sapinya Tuhan? Bukankah engkau belum memutuskan sapi mana yang hendak kau persembahkan?”
Petani itupun menjawab: “Ya, kemarin memang belum kuputuskan, tetapi tadi ketika aku berada di kandang telah kuputuskan bahwa yang mati itu adalah sapinya Tuhan.”
Betapa seringnya kita berlaku seperti petani itu. Kita tidak mau memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Ketika berada dalam kondisi yang buruk dan sengsara, kita datang kepada Tuhan. Akan tetapi, ketika kita berada dalam kondisi yang baik dan menyenangkan, kita pergi dan melupakan Tuhan. Ketika kita dapati bahwa anak kita kurang pandai dan kurang cerdas, kita dorong dia masuk sekolah Alkitab agar dapat melayani Tuhan. Akan tetapi, ketika kita dapati bahwa anak kita cukup pandai dan cerdas, kita dorong dia masuk fakultas lain agar dapat mengejar cita-citanya dan menjadi orang sukses. Kita mengambil yang terbaik bagi diri kita sendiri dan menyerahkan yang buruk kepada Tuhan.
Marilah kita merenungkan kembali kebesaran kasih Allah pada kita. Demi menyelamatkan kita yang berdosa ini, Allah rela menyerahkan Putra-Nya yang tunggal, yang sedemikian dikasihi-Nya, agar kita dapat beroleh hidup kekal (bd. Yoh 3:16). Demi membebaskan kita dari murka dan hukuman Allah yang dahsyat, Yesus rela merendahkan diri-Nya, menjelma menjadi manusia, dan mati secara terhina di atas kayu salib, untuk menebus segala dosa kita (bd. Flp 2:6-8). Allah telah mengaruniakan anugerah yang sedemikian besar dan tak ternilai harganya kepada kita.
Bila kita sungguh-sungguh menyadari anugerah Allah yang sedemikian besar itu, tentu kita akan dengan rela hati mempersembahkan seluruh hidup kita bagi kemuliaan-Nya. Kita tak akan segan-segan menyerahkan segala sesuatu yang kita miliki kepada-Nya sebagai ungkapan rasa syukur kita atas kebesaran anugerah-Nya. Kesadaran kita akan besarnya anugerah Allah dalam hidup kita mendorong kita memberikan yang terbaik bagi kemuliaan-Nya.
Jadi, sudahkah anda menyadari besarnya anugerah Allah dalam hidup anda?
( Sumber : Ilustrasi Kristen )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar